Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendekatan Sosio-kultural, Cara Paling Efektif Benahi Kawasan Kumuh

Kompas.com - 15/08/2013, 14:04 WIB
Tabita Diela

Penulis

www.designboom.com Let's Talk About Garbage
www.designboom.com Hunian-hunian ini membuat penghuninya dapat membentuk dan memodifikasi fungsi di dalamnya. Mereka bisa menjadi arsitek bagi rumah mereka sendiri.
KOMPAS.com - Pembenahan kawasan kumuh tidak bisa dilakukan hanya dengan merelokasi penduduknya ke tempat lain dan mencerabut mereka dari akarnya. Pembenahan akan efektif justru jika mengindahkan sosio kultural mereka yakni sampah.

Adalah UGO Architecture and Design dari Polandia yang mengajak publik dunia untuk memusatkan pikiran pada usaha pengelolaan dan pendayagunaan penduduk yang hidup dari sampah. Perusahaan arsitektur tersebut kini tengah memfokuskan dirinya pada daerah kumuh terbesar di Asia, Dharavi.

Dharavi menjadi "rumah" bagi lebih dari satu juta penduduk. Jika dibiarkan begitu saja, kekumuhan di sini akan berlarut-larut. Di sisi lain, menjual lahan tersebut juga menimbulkan polemik tersendiri, karena secara tidak langsung menggusur mereka dan tercerabut dari akarnya.

 
Pemerintah setempat sudah menawarkan Dharavi yang berlokasi tidak jauh dari pusat kota, distrik finansial, dan pusat perfilman Bollywood kepada publik senilai 2,3 miliar dollar AS (Rp 23,6 triliun). Siapa nyana, daerah kumuh ini bisa mendatangkan keuntungan hingga 500 juta dollar AS (Rp 5,1 triliun).

Hanya, menjual lahan ini sama halnya berhadapan dengan satu juta penduduk yang membutuhkan tempat tinggal baru. Sementara, kapasitas akomodasi pengganti yang ditawarkan oleh pemerintah setempat sangat terbatas dan tidak dapat menjangkau seluruh penduduk.

 
Rumah-rumah susun bagi penduduk Dharavi yang ditawarkan pemerintah mengadopsi model  hunian Barat. Cara hidup tersebut sayangnya tidak memenuhi kebutuhan sosio-kultural penduduk setempat. Model hunian tersebut justru menyulitkan mereka menjalankan usahanya yang terdiri atas usaha pertukangan, serta bisnis rumahan.
 
"Let's Talk About Garbage" atau "Mari Bicara Tentang Sampah" merupakan solusi bagi penduduk Dharavi. Dengan solusi ini, mereka bisa mengadaptasi tipologi ruang-ruang apartemen dan menyesuaikan perilaku dalam hunian tersebut. Selain itu, terbuka kesempatan bagi penghuninya untuk membentuk dan memodifikasi sendiri fungsi ruang di dalamnya. Mereka bisa menjadi arsitek bagi rumah mereka sendiri. Masing-masing keluarga juga bisa menentukan berapa ruang yang mereka butuhkan, pengaturan, serta menentukan materialnya.
 
UGD Architecture and Design menyebut solusi mereka sebagai "Let's Talk About Garbage" lantaran penduduk yang menjadi pusat fokus mereka masih akan hidup dari sampah, di lokasi sekitar 7,5 kilometer dari kota. Ribuan penduduk mengumpulkan enam ton sampah setiap harinya untuk dikembalikan pada usaha kecil. Dharavi menjadi tempat daur ulang bagi berbagai material. Mulai dari kaca, aluminium, kertas, plastik, cat, kaleng, kabel, sampah elektronik, atau sabun dari hotel.
 
Hunian baru ini akan memberikan ruang, tidak hanya sebagai tempat tinggal namun juga untuk menampung sampah-sampah, mendaur ulang, dan menghasilkan produk berkualitas baik. Gedungnya sendiri merupakan sebuah struktur tanpa fungsi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Hanya saja, masing-masing unit disekat dengan ukuran 7 x 3,5 meter persegi.
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com