Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akankah China Terkena "Kutukan" Pencakar Langit?

Kompas.com - 10/08/2013, 11:43 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

KOMPAS.com — Tak ada yang meragukan kesanggupan China membangun gedung pencakar langit di dunia. Juli lalu, Sky City di Changsa yang dirancang mengalahkan ketinggian menara tertinggi di dunia saat ini, Burj Khalifa-Dubai, telah memulai konstruksinya. Kendati kemudian ditunda kembali akibat tentangan berbagai pihak.

Hanya, ketika suatu negara memiliki kesanggupan mendirikan proyek-proyek berbau kebanggaan dan prestise, pada saat bersamaan, kondisi perekonomiannya melorot. Bukan tanpa sebab bila akhirnya Indeks Pencakar Langit alias Skyscraper Index mencatat bahwa "kutukan" pencakar langit akan selalu membayangi sebuah negara saat negara tersebut mampu membangun ikon perobek angkasa.

China, menurut analisis Skyscraper Index seperti dikutip CNN, kemungkinan akan mengalami kejatuhan pascakonstruksi Sky City rampung pada 2014 mendatang. Jika analisis ini terbukti, maka China akan melengkapi daftar beberapa negara yang terkena "kutukan" gedung pencakar langit. Negara-negara tersebut adalah Amerika Serikat, Taipei, Malaysia, dan Uni Emirat Arab.

Amerika Serikat, setidaknya, mengalami delapan kali keterpurukan ekonomi. Mulai dari The Long Depression 1873-1878 hingga krisis yang dipicu pinjaman KPR dan finansial global 2008. Krisis pertama, bersamaan dengan kelarnya pembangunan Equitable Life Building. Ini merupakan gedung pencakar langit pertama, setinggi 142 kaki. Sementara krisis terakhir bersamaan dengan rampungnya konstruksi One World Trade Center, New York.

Taipei mengalami gelembung teknologi dan resesi pada kurun 2000-2003 persis setelah Taipei 101 yang menjadi kebanggaan negara ini mencapai tutup atap (topping off). Lain lagi dengan Malaysia. Jiran Indonesia ini berdarah-darah setelah menyelesaikan si kembar Petronas Tower pada 1997. Krisis yang melanda Malaysia dialami juga oleh negara-negara lain di Asia. Oleh karena itu, krisis ini dinamakan Asian Economic Crisis.

Terakhir Uni Emirat Arab (UEA). Negeri petro dollar ini menghambur-hamburkan duitnya di proyek-proyek mercusuar. Padahal seiring bergulirnya waktu, permintaan ruang baik hunian maupun komersial terus mengalami kemerosotan. Akan tetapi, bagi UEA itu bukan masalah. Toh, Burj Khalifa tetap bergulir dan resmi beroperasi pada 2007. Namun, setelah itu, UEA dilanda krisis berkepanjangan bernama The Great Recession 2007-2010.

Bagaimana dengan China? Perekonomiannya sudah menunjukkan pelambatan yang disebabkan beberapa faktor. Di antaranya angkatan kerja tumbuh jauh lebih pesat, pencemaran lingkungan akibat industrialisasi semakin mengerikan, korupsi yang dilakukan secara berjamaah oleh pejabat setempat yang kian masif, indeks saham terus turun bahkan pasar saham China merupakan terburuk di dunia. Hingga hari ini (year to date) anjlok hingga 8,9 persen atau terendah sejak 1995.

Selain itu, statistik perdagangan pun mengalami "gangguan". Dunia mengritik dan meragukan akurasi serta validitas data karena China berkali-kali merevisinya. Pendek kata, meski volume perdagangan bertumbuh, tapi tidak terlalu pesat. Lagi pula, ekspor Amerika Serikat ke negara ini mencatat peningkatan dan merupakan rekor tertinggi.

Nah, Akankah China mengalami hal serupa? Dikutuk menjadi negara morat-marit setelah Sky City berdiri?


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com