Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Rumah Bersubsidi Naik? Tak Masuk Akal!

Kompas.com - 04/07/2013, 11:50 WIB
Oleh Ali Tranghanda

KOMPAS.com - Dampak atas kenaikan BBM umumnya terlihat setelah 2-3 bulan ke depan. Di saat ini jugalah umumnya pengembang akan mengevaluasi harga rumah yang akan dijual, apakah masih dalam batas wajar atau tidak. Pasalnya, kenaikan harga harus dipertimbangkan secara matang berkaitan dengan persaingan dengan proyek sejenis.

Naiknya harga terlalu tinggi pun diyakini akan memberikan dampak penurunan tingkat penjualan. Dalam jangka waktu dekat pengembang akan melakukan strategi wait and see, sambil melihat, apakah naiknya BBM ini benar-benar telah mengganggu biaya produksi rumah.

Namun, kenyataan di lapangan, banyak juga pengembang yang secara bertahap menurunkan aktifitas pembangunannya sambil menghabiskan sisa stok rumah yang ada karena dibangun dengan biaya produksi sebelum naiknya BBM. Meskipun secara umum terjadi penurunan daya beli, hal itu tidak akan selalu menggambarkan penurunan permintaan secara umum.

Banyak faktor yang bisa juga menaikan daya beli pasar di saat daya beli masyarakat menurun. Misalnya, banyak juga pengembang yang menerapkan strategi subsidi bunga sehingga daya beli konsumen kembali terdongrak. Meskipun demikian diperkirakan sedikit banyak memang akan terjadi penundaan pembelian khususnya untuk segmen menengah sampai bawah. Artinya, dalam jangka waktu dekat, pasar konsumen dan pasar pengembang akan melakukan kalkulasi ulang terhadap kewajaran harga properti.

Tidak masuk akal

Saat ini, hal yang seharusnya diantisipasi pemerintah adalah penyediaan perumahan untuk rakyat berpenghasilan rendah (MBR) yang masih memerlukan subsidi. Sangat disayangkan rencana Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) belum lama ini yang berencana menaikkan harga rumah subsidi dengan alasan kenaikan harga BBM. Sungguh sebagai kebijakan tidak masuk akal!

Tidak ada alasan yang kuat bagi Kemenpera untuk menaikkan harga rumah. Hal yang seharusnya dipertimbangkan pemerintah adalah pemisahan kategori perumahan public housing yang merupakan rumah subsidi dengan kategori perumahan sebagai komersial. Bila ternyata harga rumah subsidi pun dinaikan, secara tidak langsung sektor ini pun tidak akan ada bedanya dengan pasar komersial dengan diberlakukannya mekanisme pasar.

Perumahan rakyat merupakan sektor yang harus diintervensi dan diproteksi oleh pemerintah. Kenaikan harga rumah subsidi dengan alasan naiknya BBM merupakan gambaran perumahan nasional yang salah kaprah. Ini akan menjadi bukti bahwa pemerintah tidak tahu membedakan dan tidak mempunyai arah tujuan perumahan nasional.

Dampak naiknya BBM dan kenaikan lainnya akan dapat dinetralisir oleh pemerintah, bila pemerintah mempunyai bank tanah yang disiapkan khusus untuk perumahan rakyat. Dengan demikian, pemerintah bisa mematok harga tanah sebagai biaya produksi sesuai daya beli pasar, karena tidak ada motif bisnis dan komersial dalam penyediaan tanah untuk rakyat kecil tersebut.

Hal disayangkan saat ini adalah pemerintah membebankan target perumahan nasional kepada pengembang swasta yang seharusnya dalam posisi membantu. Ya, karena tanggung jawab untuk perumahan rakyat seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah untuk membangun.

(Penulis adalah pemerhati properti di Indonesia Property Watch)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com