Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertumbuhan Kredit Properti Masih Dianggap Wajar

Kompas.com - 16/05/2013, 12:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Analis properti memandang, pesatnya laju pertumbuhan kredit properti yang mencapai Rp 375,1 triliun (per Februari 2013) atau melebihi periode sama tahun 2012 sebesar Rp 311,1 triliun masih dalam batas wajar dan aman.

Dikutip dari statistik kredit properti yang dirilis Bank Indonesia, Minggu (28/4/2013), total kredit properti sebesar Rp 375,1 triliun tersebut terdiri dari kredit konstruksi yang mencapai Rp 89,9 triliun, kredit real estat sebesar Rp 58,4 triliun dan KPR/KPA yang mencapai Rp 226,7 triliun. Kredit sektor properti paling banyak dikucurkan oleh bank swasta nasional yang mencapai Rp 193 triliun. Disusul bank milik pemerintah atau persero yang mencapai Rp 148 triliun.

Menurut analis Samuel Securities Benedictus Agung, pertumbuhan kredit properti tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena komposisinya masih terhitung sangat rendah terhadap total kredit yakni sekitar 10-11 persen. Bahkan bila dibandingkan dengan kredit konsumsi lainnya, kredit properti masih di bawahnya.

"Selama pasar Indonesia masih memiliki underlying demand yang belum terpenuhi maksimal dan komposisi pembeli akhir (end buyer) mendominasi, maka sektor properti Indonesia masih prospektif dan berpotensi untuk tumbuh lebih tinggi," ujar Agung kepada Kompas.com di Jakarta, Kamis (16/5/2013).

Agung melanjutkan pertumbuhan kredit properti terhadap pertumbuhan gross domestic product (GDP) pun masih terhitung rendah, yakni di bawah 4 persen. Bank Indonesia sendiri Maret tahun lalu sudah mengeluarkan aturan batasan loan to value (LTV/rasio terhadap nilai aset) dan down payment (uang muka). Aturan ini dapat mengendalikan pasar secara efektif.

Hingga akhir 2013, pasca BI Rate masih dipertahankan pada angka 5,75 persen, maka permintaan akan tetap tumbuh. Ini artinya menstimuli pengembang untuk terus membangun properti.

"Penjualan properti sangat dipengaruhi kredit. Nah, jika BI meningkatkan suku bunganya, maka yang justru terkena dampak langsung adalah end buyer yang merupakan kalangan interest sensitive," imbuh Agung.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com