KOMPAS.com - Banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya merupakan fenomena tragis dan menimbulkan banyak korban. Jebolnya tanggul Latuharhary memberikan suatu petunjuk, bahwa debit air tekanan tinggi tahun ini menuntut infrastruktur di ibukota harus segera dianalisa ulang dan diperbaiki sesuai perhitungan konstruksi lebih matang.
Tidak hanya jebolnya tanggul Latuharhary, namun juga beberapa tanggul lain yang mengalami perihal sama. Datangnya banjir membuat sejumlah wilayah Pluit, Jakarta Utara, sulit sekali untuk cepat surut.
Mengkaji dengan seksama wilayah Jakarta, memang banyak sekali permukaan jalan atau tanah yang lebih rendah daripada permukaan sungai dan kali. Apakah semua masalah ini masih akan menimbulkan kembali bencana?
Bencana baru saja terjadi dan tidak tertutup kemungkinan kembali terulang. Wilayah yang permukaan tanahnya rendah membuat air tidak dapat langsung mengalir ke muara. Alhasil pompa berkapasitas besar selalu dipergunakan untuk memompa air ke sungai agar air mengalir ke laut.
Pada sebuah struktur tatakota, pembangunan infrastruktur idealnya dilakukan dengan dua macam cara. Cara pertama adalah mempelajari kontur tanah dengan topografi disertai analisa arah jalur drainase. Hal ini lantaran sifat air selalu mengalir ke permukaan lebih rendah. Debit dari aliran air itu semakin kencang pada saat hujan deras di daerah Puncak, Bogor, dan Jakarta secara berbarengan.
Di saat bersamaan, pasang air laut juga menjadi ancaman banjir yang tak terelakkan. Ini pun sudah terbukti di Jakarta, terutama kawasan Jakarta Utara. Oleh karena itu, diperlukan sumur resapan air ke dalam tanah dan ruang tata hijau (RTH).
Cara kedua adalah pelaksanaan pembangunan gedung maupun perumahan yang semestinya dipantau oleh pemerintah daerah menyangkut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Terkait hal ini, pelanggaran sering terjadi di lapangan, seperti pelanggaran fasilitas umum dan khusus (fasos/fasum) serta pelanggaran pembangunan hunian rumah penduduk.
Penggunaan paving juga semakin berkurang. Kebanyakan menggunakan cor semen sehingga membuat air tidak bisa langsung masuk ke permukaan tanah.
Melihat semua ini, apakah investasi bisnis properti masih merupakan investasi menarik?. Jawabannya, tentu saja semakin menarik!
Investasi bisnis properti menjadi kian menarik karena investor mulai melirik daerah yang tidak terkena dampak banjir. Daerah-daerah yang terkena dampak banjir akan dihindari oleh sejumlah investor atau dibeli dengan harga murah. Bila sebelumnya pemerintah terkonsentrasi kepada Banjir Kanal Timur, maka sekarang aliran Banjir Kanal Barat menjadi sebuah perhatian penuh oleh berbagai pihak.
Tak bedanya seperti kondisi cuaca, banjir tampaknya membuat berbagai tempat berubah-ubah. Dulu di daerah Bintaro Sektor 9 sering terendam banjir. Namun, pada peristiwa banjir besar 2013, kawasan ini malah aman.
Hal serupa juga dialami kawasan Pluit. Banjir yang beberapa tahun belakangan sama sekali tidak berdampak pada kawasan tersebut, kini malah menjadi bencana di awal 2013.
Investor melirik
Yang jelas, sejak banjir terjadi pekan lalu di Jakarta, ada dua macam masalah yang sekarang mulai dilirik berbagai investor bisnis properti. Pertama, diperlukan apartemen atau bangunan tinggi agar tidak terkena banjir. Bila gempa terjadi, banyak orang yang khawatir tinggal di apartemen. Namun, bila banjir terjadi, maka apartemen menjadi sangat laku. Tentu saja, pembangunan apartemen akan semakin dilirik, bahkan menjadi target utama bisnis properti dari beberapa tahun sebelumnya.
Beberapa developer besar agaknya sudah menyadari, bahwa banjir di Jakarta ini sudah sulit sekali terelakkan. Karena itu, ini merupakan momentum tepat bagi mereka mempromosikan hunian apartemennya. Hanya saja, lokasi hunian apartemen masih menjadi pertimbangan bagi sejumlah pembeli, terutama karena alasan lokasi jalan atau akses terkena banjir dan maintaince per bulannya yang akan merogoh kocek cukup tinggi.