Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Target Ambisius Perumahan Rakyat 2013

Kompas.com - 30/12/2012, 12:24 WIB

Oleh : Eddy Ganefo  

KOMPAS.com - Ambisius, ekspektasi berlebihan dan cenderung utopia kini dipertunjukkan Pemerintah ketika mematok target pembangunan perumahan tahun 2013 mendatang. Tidak tanggung-tanggung, tahun depan sebanyak 350 ribu rumah bersubsidi ditargetkan akan dibangun.

Ironisnya, kapasitas finansial yang tersedia untuk membangun rumah bersubsidi pada 2013 itu hanya mampu membiayai kurang dari setengah target tersebut. Fakta otentik menunjukkan, target yang dipatok Pemerintah itu sangat ambisius terindikasi dari anggaran APBN 2013 yang hanya Rp 2,709 triliun. Kalaupun ditambah dengan sisa anggaran 2012 sebesar Rp 4,633 triliun, maka akan menjadi Rp 7,342 triliun.

Kapasitas pembiayaan sebesar itu, jika dibagi dengan nilai per unit rumah bersubsidi yang menjadi dana penyertaan sebesar Rp 56 juta, maka jumlah unit yang mampu dibangun tidak lebih dari 131.107 unit rumah.

Aneh dan utopis

Melihat kapasitas finansial pemerintah hanya mampu membangun sebanyak 131.107 unit rumah, lantas terasa aneh, tidak realistis alias utopis, jika target yang diluncurkan sebanyak 350 ribu unit. Entah dari mana lagi sumber subsidi pembiayaan KPR rumah untuk memenuhi target itu, tidak ada penjelasan dari Pemerintah. Sementara bisa diyakini, bahwa seluruh otoritas perumahan akan sepakat untuk menyebut dimana target yang realistis adalah setengah dari target tersebut.

Simak saja realita tahun 2012 dari target 132.500 rumah tapak, bahwa yang terealisasi hanya 46 persen atau sekitar 62.000 unit. Bahkan, target rumah susun hanya terealisasi 5 unit atau 1 persen saja. Bayangkan, baru sekitar 22.000 rumah saja yang bisa disediakan hingga Oktober 2012, atau sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan ketentuan batas minimum luas lantai 36 meter persegi di dalam UU PKP Nomor 1 tahun 2011.

Setelah putusan MK hingga Desember 2012, barulah terealisasi 20 ribu unit lagi hasil KPR rumah baru dan ditambah 20 ribu unit hasil konversi dari KPR komersil sebelum putusan MK tersebut (rumah dibawah tipe 36) ke KPR yang dibiayai dengan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Dari sini saja cukup menunjukkan, bahwa optimisme Pemerintah saat itu, bahwa KPR dengan skema FLPP pada 2012 akan membantu mencapai target pembangunan rumah sebanyak 133 ribu rumah, ternyata hanya isapan jempol belaka.

KPR hasil konversi

Patut disimak, bahwa data mengenai 20 ribu unit rumah yang dibangun sebelum Oktober 2012 itu sebenarnya rumah nonsubsidi yang diserap pasar melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) komersial. Tetapi, setelah putusan MK pada 3 oktober 2012, rumah-rumah tersebut yang telah dijual melalui KPR komersial itu secara sengaja dikonversi menjadi KPR subsidi yang dibiayai dengan dana FLPP (bunga 7,25% selama 20 tahun).

Cara ini jelas tidak tepat karena seluruh penerima KPR komersial telah dianalisis oleh perbankan sebagai konsumen perumahan yang memiliki pendapatan cukup atau terjangkau membeli rumah melalui kredit komersial. Jadi, menurut UU No 1 tahun 2011 mereka sama sekali bukan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan tidak berhak menerima FLPP atau subsidi yang bersumber dari dana APBN. Sementara KPR FLPP diperuntukkan bagi MBR yang perlu disubsidi karena keterbatasan daya beli sehinga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.

Memang, sama sekali tidak bermaksud mengatakan, bahwa data realisasi pembangunan rumah sebanyak 20 ribu unit hasil KPR konversi senilai hampir Rp 1 triliun itu telah dipergunakan secara mubazir. Tetapi, ada kecenderungan KPR konversi dimasukkan ke dalam data realisasi pembiayaan rumah tahun 2012 hanya untuk mengesankan “besarnya realisasi” penyediaan rumah bagi MBR. Padahal, penggunaan dana FLPP untuk mengkonversi KPR komersial tersebut bisa dimanfaatkan untuk KPR FLPP tahun 2013.

Berdasarkan hal itu bisa dilihat, bahwa sebenarnya capaian program rumah subsidi FLPP tahun 2012 hanya sekitar 42 ribuan unit saja atau sekitar 31,5%. Oleh karena tidak ingin berburuk sangka, disarankan kepada Pemerintah melalui kementeriannya (Kementerian Perumahan Rakyat) agar menghindari upaya "memoles kosmetik" dengan menyodorkan data yang tidak realistis demi mencitrakan prestasi dan kinerjanya dalam kabinet. Ini justru harus diwaspadai, bahwa penggunaan dana FLPP untuk mengkonversi KPR komersial bisa saja dinilai pihak tertentu sebagai bentuk perbuatan yang mubazir.

(Penulis adalah Ketua Umum DPP APERSI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com