Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenpera Harus Patuhi Putusan MK

Kompas.com - 05/10/2012, 08:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah harus mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan ketentuan Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Putusan itu disambut baik oleh masyarakat. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat, diharapkan tidak lagi membebani masyarat kecil dengan aturan luas lantai untuk hunian mereka. Demikian diungkapkan Ketua Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP APERSI) Eddy Ganefo kepada Kompas.com, Kamis (4/10/2012) malam, di Jakarta.

Dengan keputusan MK tersebut, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) kembali punya harapan memiliki rumah sesuai kemampuan ekonominya sehingga pemerintah perlu segera merevisi aturan itu.

"Dalam waktu 3 bulan ini pemerintah harus segera menyikapi keputusan tersebut untuk melakukan revisi peraturan itu agar kita, para pengembang, bisa menyerap target pembangunan perumahan MBR tahun depan," kata Eddy.

Eddy mengungkapkan, momentum ini akan jadi peluang bagi pengembang perumahan untuk mengejar target mereka setelah selama 9 bulan menunggu keputusan judicial review atas peraturan tersebut, terutama mengenai pembatasan luas lantai. Dalam peraturan tersebut pengembang tidak lagi bisa membangun rumah dengan luas lantai 21 m2 karena pemerintah menetapkan aturan luas lantai untuk rumah sederhana minimal 36 m2.

"Mereka telah kehilangan peluang itu, karena 20 persen target tidak tercapai sejak terhenti membangun selama 9 bulan menunggu putusan ini. Produksi mereka untuk rumah tipe 21 terhenti karena peraturan ini," kata Eddy.

Seperti diberitakan Kamis malam tadi, pascaputusan MK tersebut, APERSI akan mengatur kembali strategi membangun rumah sederhana untuk MBR. Asosiasi para pengembang itu merancang target bisa membangun 100 ribu unit rumah di bawah tipe 36.

"Dalam waktu dekat ini kami akan mendata lagi kantong-kantong konsumen yang sebagian besar Jawa, seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Semua akan kami pusatkan pada tipe-tipe rumah di bawah 36 meter persegi, termasuk merevisi harganya," jelas Eddy.

"Untuk harga rumah di bawah tipe 36 ini berkisar antara Rp 50 sampai 70 juta," ujarnya.

Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (3/10/2012), membatalkan ketentuan Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang mengatur luas lantai rumah minimal 36 meter persegi (M2).

"Pasal 22 ayat (3) UU Perumahan dan Kawasan Permukiman bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD saat membacakan amar putusan di Jakarta.

Adapun bunyi lengkap Pasal 22 ayat (3) adalah "Luas lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 meter persegi".

Dalam pertimbangannya, MK menilai Pasal 22 ayat (3) UU 1/2011, yang mengandung norma pembatasan luas lantai rumah tunggal dan rumah deret berukuran paling sedikit 36 M2, merupakan pengaturan yang tidak sesuai dengan pertimbangan keterjangkauan oleh daya beli sebagian masyarakat, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah.

"Implikasi hukum dari ketentuan tersebut berarti melarang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman membangun rumah tunggal atau rumah deret yang ukuran lantainya kurang dari ukuran 36 M2," kata Hakim Konstitusi Muhammad Alim, saat membacakan pertimbangan mahkamah.

Putusan ini berawal dari judicial review yang diajukan DPP APERSI ke MK atas Pasal 22 ayat (3) UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman. APERSI menilai, pasal tersebut telah membatasi warga negara untuk memiliki rumah. Untuk itu, para pemohon meminta Pasal 22 ayat (3) UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman ini bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Menanggapi hal itu, Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz mengatakan, aturan luas minimum bangunan dalam Pasal 22 ayat (3) UU Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman tidak akan merugikan masyarakat. Menpera menilai, aturan ini justeru akan menciptakan suasana sehat lahir dan batin. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com