Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan 30 Persen, Kelas Menengah Jadi "Tumbal"

Kompas.com - 20/07/2012, 11:23 WIB

KOMPAS.com - Selama kuartal I tahun ini, kinerja penjualan properti di Indonesia menjadi sorotan di kawasan Asia Pasifik. Penjualan properti di Nusantara itu melaju kencang saat penjualan properti di Asia Pasifik terseok-seok akibat ketidakpastian ekonomi global.

Hasil riset konsultan properti Knight Frank pada Juni lalu menyebutkan, kinerja properti Indonesia kuartal I terkuat di Asia Pasifik. Pertumbuhannya bahkan meninggalkan Malaysia, India, China, Selandia Baru, Korea Selatan, bahkan Australia.

Riset Knight Frank itu juga menjelaskan, Indonesia mampu tumbuh saat ekonomi global menghantam sektor properti di beberapa negara Asia Pasifik. Bahkan, konsultan properti asal Inggris itu yakin, penjualan properti di Indonesia tetap berkibar double digit tahun ini, walaupun krisis global mengancam.

"Properti di Indonesia akan mengalami kenaikan harga akibat kenaikan pendapatan, ekonomi yang kuat dan tingginya urbanisasi," kata Nicholas Holt, Direktur Riset Knight Frank untuk kawasan Asia Pacific dalam laporan yang dirilis Juni lalu itu.

Namun, kenaikan harga properti di Indonesia itu, membuat khawatir Bank Indonesia (BI). Apalagi, kenaikan harga properti itu terjadi seiring dengan kenaikan nilai kucuran kredit perbankan ke sektor properti.

BI mencatat, Januari 2012, kredit pemilikan rumah (KPR) yang dicairkan perbankan mencapai Rp 188,228 triliun atau naik 33,1% dibandingkan Januari 2011 yang baru mencapai Rp 141,408 triliun.

"Pertumbuhan KPR yang tinggi mendorong kenaikan harga properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble), sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank," jelas Surat Edaran BI yang diteken oleh Muliaman D Hadad, selaku Deputi Gubernur BI itu.

Dengan alasan itulah, BI merilis beleid anyar terkait dengan Loan To Value (LTV) untuk KPR dan untuk kredit kepemilikan apartemen (KPA). BI membatasi uang muka kredit KPR dari semula 20% menjadi 30%.

"Kredit yang dapat diberikan Bank ditetapkan maksimal 70% untuk KPR," kata Dody Budi Waluyo, Direktur Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI.

Selain faktor bubble properti, BI berusaha mengurangi risiko perbankan dari kredit macet KPR atau KPA. Tersulut faktor global Sektor properti pantas menjadi perhatian khusus bagi banyak negara, tak terkecuali Indonesia. Apalagi, sektor properti itu sempat mendatangkan masalah bagi banyak negara, termasuk negara Adi Daya di Amerika Serikat (AS) yang sempat diguncang Subprime Mortgage tahun 2007 silam.

Agar sektor properti itu tak menjadi sumber masalah, banyak negara mulai mengatur siasat mengintervensi pasar sektor properti. Knight Frank mencatat, di Asia Pasifik, tercatat ada tiga negara yang melakukan intervensi tersebut, yakni Malaysia, Taiwan dan Singapura.

"Adanya pembatasan kredit, pengenaan pajak tambahan dan perlindungan aset properti dari investor asing menyebabkan penjualan rumah turun di Malaysia, Taiwan dan Singapura," terang Holt dalam hasil risetnya.

Singapura misalnya, kini berusaha keras membatasi kepemilikan properti khusus bagi warga negara asing. Caranya dengan membebankan pajak berlipat, apalagi bagi Anda yang berinvestasi properti di negara itu hanya untuk jangka pendek.

Holt menyimpulkan, langkah beberapa negara di Asia itu bertujuan untuk mengantisipasi dari efek domino dari melemahnya kinerja perdagangan global. Barangkali, faktor global ini turut mendasari BI membatasi penyaluran kredit untuk KPR dan KPA.

Namun demikian, BI menyimpulkan, revisi beleid uang muka kredit bertujuan mengurangi risiko perbankan dari kredit macet. Aturan yang efektif mulai 15 Juni itu diharapkan mampu menekan pemberian kredit untuk properti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com