Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menpera Tak Menangkap Esensi Program Rumah Subsidi

Kompas.com - 13/03/2012, 11:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa mengkritik kebijakan Menpera Djan Faridz terkait skema baru kredit perumahan rakyat (KPR) dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Menurut Suharso, Menpera tidak menangkap esensi dari program ini.

"Esensi FLPP itu tidak ditangkap, karena yang dilihat hanya bunga murah. Itu yang menjadi kekeliruan, karena esensi sesungguhnya adalah fasilitas likuiditas," katanya ketika ditemui di Jakarta, Kamis (8/3/2012).

Suharso mengatakan, program ini bermaksud menyediakan fasilitas likuiditas kepada masyarakat berpenghasilan terbatas.

"Kami ingin masyarakat bisa naik kelas, salah satunya lewat kepemilikan rumah, karena rumah itu bukan lagi simbol kekayaan eksklusif tapi kekayaan dasar," ungkapnya.

"Saya tidak habis pikir, kenapa suku bunga diturunkan menjadi 7,25%. Padahal, bukan itu jalannya karena tidak efisien. Yang terpenting adalah ketersediaan jangka panjang serta daya beli masyarakatnya," ujarnya.

Hal lain yang dikritik Suharso adalah batas penghasilan pokok calon debitur FLPP menjadi Rp 3,5 juta per bulan. Menurutnya, pengubahan batas penghasilan dari skema sebelumnya Rp 2,5 juta dapat memicu tumbuhnya spekulasi. Misalnya, rumah subsidi dibeli kalangan mampu kemudian dijual atau disewakan kembali.

Eddy Ganefo, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi ), mempertanyakan batas penghasilan pokok calon debitur yang diatur dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat atau Permenpera No 4 dan No 5 Tahun 2012. Menurut Eddy, di dalam permenpera tersebut ada pengertian ganda yang sulit diterapkan.

"Sebelumnya Rp 2,5 juta per bulan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Rp 3,5 juta per bulan untuk Masyarakat Berpenghasilan Menengah (MBM). Sekarang, batas Rp 3,5 juta per bulan untuk MBR ini ukurannya bagaimana," kata Eddy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com