Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hingga 2014, Masa Rawan Terkena Krisis

Kompas.com - 10/11/2011, 18:44 WIB
Orin Basuki

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia memasuki masa rawan terkena tekanan krisis ekonomi global hingga 2014, atau selama masa transisi dari pengawasan Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pada masa transisi seperti itu, muncul kelemahan yang mungkin terjadi dalam koordinasi di saat krisis, yakni pertukaran informasi yang berpotensi terhambat antar lembaga pengawasan.

"Jika terjadi krisis pada periode hingga 2014 maka terjadi ancaman, bukan hanya pada bank tetapi juga pada lembaga keuangan bukan bank. Ancaman juga terjadi pada bank yang bekerja sama dengan lembaga keuangan asing, misalnya perusahaan asuransi asal Eropa, seperti AXA. Jika terjadi masalah pada mereka, maka induk perusahaannya pun bisa terkena dampak," ujar Kepala Departemen Keuangan, Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Demokrat, Ihsan Modjo, di Jakarta, Kamis (10/11/2011).

Menurut Ihsan, zona rawan bagi Indonesia itu terjadi, karena hingga 2013 baru pengawasan yang ada di Bapepam LK yang dialihkan ke OJK. Adapun pengalihan pengawasan perbankan dari BI ke OJK, baru berlangsung pada tahun 2014.

"Ada proses transisi yang sekarang rawan. Kalau ada apa-apa, siapa yang bertangung jawab? Nanti mereka akan lempar-lemparan. Jika muncul pemicu seperti kasus Bank Century, akan semakin runyam. Ini harus diantisipasi," kata Ihsan.

"Ingat, ketika krisis tahun 2008-2009 ada beberapa nasabah Citibank yang terkena dampak krisis di Amerika Serikat, begitu juga dengan nasabah asuransi AIG. Kita harus waspada karena di Eropa sudah memasuki skenario doomdays (malapetaka) karena Yunani dipastikan bangkrut, dan Italia akan terkena imbasnya," tuturnya.

Pemburukan di Italia, ditandai dengan semakin tingginya imbal hasil obligasi yang mereka terbitkan. Per 9 November 2011, imbal hasil Italia melonjak dari biasanya, di sekitar 5 persen menjadi 7,21 persen. Adapun Yunani jauh lebih parah, karena imbal hasil obligasinya dipatok 25,2 persen atau sudah dianggap sampah.

"Italia dan Yunani cenderung sama, yakni memiliki sistem politik demokrasi liberal yang kurang stabil. Ketika terjadi masalah di sektor perekonomian, akan diaplikasikan secara politik dan menjadi berlarut-larut," ujar Ihsan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com