Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aneh, Mitigasi "In Situ" Gunung Krakatau

Kompas.com - 13/02/2011, 19:11 WIB

 

BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.com — Mitigasi in-situ dengan cara merekayasa Gunung Anak Krakatau yang diajukan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dianggap tidak masuk akal. Untuk itu, Menteri Kehutanan diminta menolak permohonan mitigasi ini.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung, Hendrawan, Sabtu (12/2/2011), mengungkapkan, kegiatan mitigasi bencana semestinya difokuskan ke manusia. Bukan sumber bencananya.

"Mitigasi pada prinsipnya adalah upaya penyelamatan manusia. Jadi, perlu ada keterlibatan masyarakatnya, yang berpotensi menjadi korban. Bukan sumber, gunungnya, yang diotak-atik," ujar Hendrawan. Permukiman masyarakat terdekat dengan Gunung Anak Krakatau (GAK) ada di Pulau Sebesi yang berjarak 16 kilometer.

Ia khawatir adanya kepentingan ekonomis terselubung di balik kemunculan lagi permohonan mitigasi di kawasan cagar alam di Selat Sunda itu. Kalau dipaksakan, jangan-jangan yang terjadi adalah pengambilan pasir, namun atas nama mitigasi.

Pada akhir 2009, Walhi mencium indikasi adanya praktik penambangan pasir besi di GAK. Waktu itu dalihnya pun juga serupa, yaitu kegiatan dilakukan atas nama mitigasi. Izin kegiatan mitigasi dikeluarkan oleh Zulkifli Anwar, Bupati Lamsel, waktu itu, dan diteruskan penggantinya Wendy Melfa.

Namun, aktivitas kemudian dihentikan seiring banyaknya sorotan publik. Melalui suratnya pada tahun 2008, MS Kaban, Menteri Kehutanan waktu itu, menyatakan penolakan adanya aktivitas mitigasi in-situ di GAK.

Kini, Walhi juga berharap, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan melakukan kebijakan serupa. Pertengahan Januari 2011 lalu, Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza telah mengajukan permohonan mitigasi in situ ini kepada Menteri Kehutanan.

Selain merubah bentang alam, menurut Ketua Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung Supriyanto, aktivitas penambangan pasir bisa memperburuk abrasi di kawasan GAK. Saat ini abrasi parah telah terjadi di Pulau Panjang dan Sertung. Wilayah pesisir pantai terus berkurang.

Sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menolak permohonan mitigasi in-situ yang diajukan Bupati Lamsel yang baru itu. Mitigasi di GAK dianggap tidak masuk akal, sebab kawasan GAK tidak berpenghuni.

Kepala Bidang Pengamatan Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen ESDM Hendrasto menambahkan, jika dipaksakan, pola mitigasi yang diajukan Pemkab Lamsel bisa menimbulkan pemborosan anggaran. Selain, menimbulkan kecurigaan dari masyarakat akan adanya motivasi lain dari mitigasi.

"GAK itu kan sebetulnya tinggi. Kakinya ada di dasar laut. Kalau mau dikurangi materialnya, ya sampai ke dasar laut dong? Apa masuk akal? Seperti Merapi, untuk mengurangi ancamannya, apa iya perlu kubah-nya yang dibom?" ujar Hendrasto.

Secara terpisah, Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Selatan, Sutono, bersikeras, mitigasi in-situ dilakukan untuk mengurangi kadar dahsyatnya bencana letusan GAK di kemudian hari. "Kalau terjadi apa-apa (bencana) yang bakal dirugikan kan masyarakat kami," ujar dia.

Ia berharap, Kementerian Kehutanan bersedia mengundang pihaknya bertemu untuk menjelaskan soal detail rencana mitigasi ini. "Jadi, sebaiknya Menteri mendengarkan kami dulu," ujar Sutono yang khawatir permohonan mitgasi ini akan ikut ditolak Menteri Kehutanan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com