Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prioritaskan Transportasi Massal, Bukan Jalan Tol

Kompas.com - 17/06/2010, 20:55 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Transportasi Indonesia mendesak pemerintah untuk memprioritaskan transportasi massal, bukan tol, karena lebih efektif bagi penataan jaringan transportasi nasional dan kebutuhan lahannya jauh lebih kecil.

"Evaluasi Tol Trans Jawa mestinya beralih ke transportasi massal. Karena bagaimana pun dampak pembangunan tol dan penghematan energi dalam rangka ’global warming’, transportasi massal adalah jawabannya, bukan tol," kata analis transportasi pada Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, saat dihubungi terkait dengan evaluasi Tol Trans Jawa dan ruas lainnya di Indonesia, di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) PU Nomor 06/PRT/M/2010 tentang Pedoman Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol. Sasaran evaluasi selama sembilan bulan ke depan adalah 24 ruas jalan tol dan sebagian besar adalah bagian dari Tol Trans Jawa.

Hal itu sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) No. 13/2010 yang merupakan penyempurnaan Perpres No.67 tentang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur.

Menurut Djoko, langkah percepatan penyelesaian Tol Trans Jawa, sebagaimana disampaikan Wapres Boediono sebelumnya, tidak tepat karena terbukti dari sisi pembebasan lahan untuk tol dampaknya sangat berpengaruh pada daya rusak lingkungan.

"Daerah tangkapan air dan subur untuk pertanian padi di Jawa, ribuan hektare terancam. Sesudah tol terbangun, sudah pasti di kanan-kirinya pembangunan berupa real estate akan tumbuh subur yang berarti mengancam tata ruang dan lingkungan secara massif," katanya.

Dia juga menyebutkan, kebutuhan lahan pembangunan jalan tol di Indonesia 10 kali lipat lebih besar dari pembangunan jaringan rel yang relatif membutuhkan tambahan lahan yang kecil.

"Sebagai pembanding saja, kalau dihitung-hitung ruas Tol Kanci-Pejagan sepanjang 35 km menghabiskan 7 juta m3 tanah tambahan. Sementara kalau pemerintah niat bangun rel Cirebon-Brebes sepanjang 65 km hanya butuh 800.000 m3 tanah tambahan," katanya.

Tetap Jalan Sementara itu, Kementerian Pekerjaan Umum memastikan proses pembebasan tanah proyek pembangunan jalan tol tetap berjalan meski pemerintah tengah mengevaluasi 24 ruas jalan tol dalam sembilan bulan ke depan.

Direktur Jalan Kota dan Bebas Hambatan Ditjen Bina Marga Harris Batubara saat dihubungi mengatakan pembebasan tanah pada ruas-ruas jalan tol berjalan seperti sebelumnya dengan tujuan percepatan pembangunan setelah seluruh tahapan evaluasi selesai. "Pembebasan tanah sampai saat ini masih berjalan sebagaimana sebelumnya," katanya menandaskan.

Menurut dia, pemerintah menanggung biaya kelebihan harga tanah jika nilai tanah pada saat pembebasan harganya melebihi dari proyeksi semula.

Sejauh ini, pihaknya telah menggucurkan dana tanah bergulir (land capping) pada sejumlah ruas proyek, antara lain ruas Bogor Ring Road, Cinere-Jagorawi, Semarang-Solo, dan Mojokerto-Kertosono. Dari keempat ruas itu, Semarang-Solo dan Mojokerto-Kertosono masuk dalam kerangka pembangunan jalan tol Trans Jawa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com