Serang, Kompas -
”Dulu nyamuk pembawa virus DBD dikenal menyukai air jernih, tetapi belakangan ditemukan pula di air kotor,” kata Kepala Subbidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Banten Dendi di Serang, Provinsi Banten, Jumat (7/5).
Sekarang, nyamuk itu ternyata juga bisa berada di lantai tingkat atas. Padahal, dulunya nyamuk ini dijumpai di lantai bawah dengan ketinggian terbangnya sekitar dua meter ke arah vertikal.
Sebelumnya, diketahui juga bahwa nyamuk Aides aigepty terbiasa menggigit pada pagi hari, yakni sekitar pukul 10.00, dan pada sore hari antara pukul 14.00 dan 18.00. Namun, nyamuk itu sekarang juga menggigit pada malam hari. Selain akibat mutasi gen, kata Dendi, perubahan perilaku nyamuk dimungkinkan sebagai bentuk adaptasi serangga itu terhadap lingkungan dan faktor lainnya yang juga berubah.
Dendi meminta warga menghilangkan sarang nyamuk, memasang kasa antinyamuk di lubang ventilasi, tak menggantung pakaian, dan selalu mencermati agar gorden tidak menjadi tempat nyamuk menempel.
Sementara itu, kasus DBD yang terdeteksi di RS Cipto Mangunkusumo dan RSUD Tarakan tidak mengalami lonjakan yang signifikan. Namun, pasien DBD masih berobat silih berganti.
Kepala Bagian Pemasaran dan Humas RSCM Antaria, Jumat (7/5), mengatakan, pelayanan kesehatan untuk penderita DBD mendapatkan jaminan dari Pemprov DKI Jakarta. Dua bulan terakhir, setiap hari ada 1-3 pasien yang berobat karena DBD. Sebagian besar bisa diobati. Satu pasien meninggal pada awal Mei ini lantaran terlambat berobat.
Menurut Kepala Bidang Pelayanan RSUD Tarakan, jumlah penderita DBD yang dirawat rata-rata lima orang per hari. ”Hingga kini belum ada lonjakan kasus DBD di RSUD Tarakan. Velbed juga belum dipakai,” ucapnya.
Di Kota Depok, warga mencemaskan penyebaran DBD. ”Warga meminta fogging di Cimanggis dan Sawangan. Kami masih mengupayakan,” tutur Kepala Bidang Pencegahan Penanggulangan Penyakit dan Lingkungan Dinas Kesehatan Depok Ani Rubiyani.