Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nyamuk-nyamuk Penebar Penyakit

Kompas.com - 21/08/2009, 20:34 WIB

KOMPAS.com — Meski ukuran tubuhnya kecil dan berat badannya 2-2,5 miligram, hingga kini nyamuk masih menjadi musuh yang belum terkalahkan.
    
Setiap tahun, nyamuk penular penyakit masih dengan leluasa menyebarkan virus dan parasit, menyebabkan sekitar 1,62 juta orang terserang malaria klinis dan lebih dari 100.000 orang menderita demam berdarah dengue di Indonesia.

Penyakit filariasis atau kaki gajah, chikungunya, dan radang akut susunan saraf atau Japanese Enchepalitis juga belum bisa terberantas tuntas karena serangga yang tergolong famili Culicidae ini masih bisa berkembang biak dengan baik.

Menurut ahli parasitologi Prof Mohammad Sudomo, setidaknya ada 29 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Aedes, Culex, dan Mansonia yang menjadi perantara penularan penyakit di Indonesia.

"Ada 20 spesies nyamuk Anopheles, enam spesies nyamuk Mansonia, dua spesies nyamuk Aedes dan satu spesies nyamuk Culex," kata ayah dari empat anak yang dikukuhkan menjadi Profesor Riset tahun 2008 itu.
    
Spesies nyamuk Anopheles, termasuk Anopheles balabacensis, Anopheles maculatus, Anopheles barbirostris, dan Anopheles sundaicus, menularkan penyakit malaria dengan memasukkan protozoa dari genus Plasmodium ke dalam darah manusia melalui gigitannya.
    
Nyamuk Aedes jenis Aedes aegypti memasukkan virus dengue yang menyebabkan demam berdarah dengue. Nyamuk yang dikenal dengan belang hitam putih pada badan dan kakinya ini juga dapat menularkan penyakit chikungunya.
    
Sementara itu, nyamuk yang tergolong dalam genus Culex dan Mansonia umumnya menularkan filariasis dengan memasukkan cacing filaria ke dalam darah manusia melalui gigitannya.
    
"Nyamuk Culex quinquefasciatus menularkan filariasis yang disebabkan oleh cacing filaria jenis Wucheraria bancrofti dan nyamuk Mansonia annulifera menularkan filariasis yang disebabkan cacing jenis Brugia malayi," kata Prof Sudomo.
    
Siklus hidup nyamuk-nyamuk penular penyakit tersebut, menurut dia, secara umum hampir sama.
    
Masa pradewasa, dari telur, larva hingga pupa terjadi di air dan berlangsung antara 7 dan 14 hari. Hal ini tergantung dari suhu dan kondisi lingkungan sekitarnya.
    
Sementara itu, proses perubahan pupa atau kepompong menjadi nyamuk, katanya, berlangsung lebih singkat, yakni antara dua dan tiga hari.
    
"Nyamuk betina yang baru keluar dari pupa akan langsung terbang, berputar-putar di sekitarnya untuk mencari nyamuk jantan dan kawin," katanya.
    
Setelah perkawinan selesai, dia melanjutkan, nyamuk betina akan beristirahat sebentar untuk kemudian terbang mencari darah yang dibutuhkan untuk mematangkan telur-telurnya nanti.
    
"Nyamuk yang sudah berhasil mendapatkan darah dengan menggigit hewan atau manusia akan kembali beristirahat di tempat perindukan dan meletakkan telurnya pada tanaman air. Seekor nyamuk betina bisa mengeluarkan 100-200 telur dan menetaskan 75 hingga 150 di antaranya," kata dia.
    
Dalam hal ini, ada nyamuk yang menggigit pada siang hari dan malam hari. Nyamuk yang menularkan virus dengue biasanya menggigit pada siang hingga petang hari, sedangkan nyamuk yang menularkan penyakit malaria dan kaki gajah biasa menggigit pada malam hari.
    
Ia menjelaskan pula bahwa hanya nyamuk betina yang menggigit manusia dan hewan untuk mendapatkan darah. "Nyamuk jantan biasanya makan sari tumbuhan saja. Siklus hidupnya pun lebih pendek," katanya.
 
Menghalau nyamuk
Prof Sudomo mengatakan, pengetahuan mengenai siklus hidup dan perilaku nyamuk penular penyakit bisa menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan dan program pengendalian vektor (agen perantara penularan penyakit).
    
"Setiap jenis nyamuk punya tempat perindukan spesifik. Kalau kita mengenali tempat itu dan menghilangkannya, tentu nyamuk tidak akan bisa tumbuh dan berkembang biak," katanya.
    
Ia mencontohkan, nyamuk Aedes suka hidup dan berkembang biak pada genangan air jernih yang tidak langsung bersentuhan dengan tanah, nyamuk Anopheles sundaicus perlu habitat air payau, Anopheles aconitus perlu habitat persawahan dengan air jernih yang selalu mengalir.
    
Selain itu, kata dia, pengendalian vektor bisa dilakukan dengan menempatkan pemangsa nyamuk di lokasi-lokasi yang menjadi habitat nyamuk. "Dan pilihan terakhir menggunakan insektisida," katanya.
    
Menurut Sabar Paulus dari Sub Direktorat Pengendalian Vektor Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, pemerintah sudah memasukkan teknik pengendalian tersebut ke dalam program pengendalian vektor terpadu.
    
"Penggunaan insektisida dibatasi hanya di daerah endemis tinggi atau bila ada kejadian luar biasa. Di luar itu, pengendalian vektor difokuskan pada upaya pengelolaan lingkungan dan penggunaan kontrol biotik," katanya.
    
Upaya pengelolaan lingkungan yang dia maksud termasuk pembasmian tempat perindukan nyamuk.
    
Laguna, rawa, persawahan, dan selokan, dia menjelaskan, harus dibersihkan dari vegetasi yang bisa menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
    
Tempat-tempat penampungan air yang ada di rumah pun, katanya, harus selalu dikuras dan dibersihkan supaya tidak menjadi tempat yang nyaman bagi nyamuk untuk berkembang biak.
    
Ia menambahkan, gerakan 3M plus yang menyeru masyarakat untuk menguras dan membersihkan tempat penampungan air, mengubur barang bekas yang bisa menampung air, dan menaburkan abate pada air yang tertampung sangat efektif untuk memberantas sarang nyamuk.
    
"Ikan pemangsa nyamuk, seperti ikan timah, bisa dilepaskan di tempat-tempat yang diduga menjadi sarang nyamuk," ujarnya.
    
Dia juga mengimbau masyarakat untuk menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu dan menggunakan obat nyamuk oles atau bakar.
    
Program dan kebijakan pengendalian vektor yang telah dilakukan pemerintah, menurut Prof Sudomo, sudah tepat. Namun, hal itu belum terlaksana dengan baik di lapangan.
    
Sabar pun mengakui bahwa selama ini pemantauan dan evaluasi kegiatan pengendalian vektor masih lemah.
    
Hal itu membuat kegiatan pengendalian vektor belum bisa memberikan dampak nyata terhadap upaya pengendalian penyakit tular vektor.  
    
Nyamuk-nyamuk penular penyakit masih leluasa menebarkan penyakit yang merenggut ribuan jiwa setiap tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau