Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mal dan Imajinasi Gaya Hidup

Kompas.com - 09/01/2011, 06:12 WIB

Ilham Khoiri

KOMPAS.com - Pusat perbelanjaan di Jakarta tak lagi sekadar menjadi tempat transaksi ekonomi, tetapi kian menjelma sebagai jantung kehidupan urban. Di antara gerai-gerai mewah, barang-barang konsumsi gaya hidup, dan kerumunan pengunjung, kegiatan kreatif berlangsung setiap hari.

Kami sedang membuat laporan,” kata Shinta (30), sambil sibuk mengetik dengan laptop. Di depannya ada Wita (38) yang juga serius memelototi layar komputer jinjing.

Keduanya mahasiswi program magister Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Mereka bertemu untuk merampungkan makalah kuliah Kajian Administrasi Rumah Sakit.

Adegan itu tidak terjadi di kampus, tetapi di Starbucks di lantai I Cilandak Town Square, Jalan Jenderal TB Simatupang, Jakarta Selatan. Sambil bekerja, sesekali keduanya menyeruput kopi panas atau mengunyah roti. Kadang, mereka menengok kerumunan orang di pusat perbelanjaan itu, Selasa (4/1/2010) sore. Mengerjakan tugas sambil rekreasi?

Dua hari sudah kedua perempuan itu nongkrong di situ. Sehari sebelumnya mereka bekerja dari sore hingga tengah malam. Selasa itu mereka mengetik sejak pukul 10.00. ”Mungkin nanti sampai larut malam, tergantung selesainya laporan ini,” kata Shinta.

Bagaimana mereka bisa bekerja di tengah keriuhan mal? ”Kami malah merasa segar menulis di keramaian. Kalau di rumah, bawaannya suntuk. Belum lagi diribeti urusan rumah tangga dan anak. Kalau agak jenuh, kan bisa beli makanan atau jalan-jalan,” kata Wita.

Kegiatan serupa dilakoni Ade Purnama (34), penggiat komunitas Sahabat Museum. Tinggal di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, ia mengenal Pondok Indah Mal (PIM) I sejak bersekolah di SMP. Bahkan PIM I disebutnya rumah kedua karena menjadi salah satu tempat dia tumbuh.

”Saya bisa cuci mata, makan, belanja, kerja, sampai rapat di mal. Semuanya bisa dalam satu kunjungan. Saya selalu bawa laptop meski tujuan awalnya belanja. Mal sudah jadi bagian dari hidup saya,” kata lelaki yang bisa hampir setiap hari ke mal itu.

Cerita Shinta, Wita, dan Ade bisa mewakili kisah banyak orang yang memanfaatkan mal untuk bekerja atau kegiatan lain. Ini menandai kian bergesernya masyarakat dalam menilai mal yang tak semata tempat belanja, melainkan juga menjadi ruang bersama untuk berbagai kegiatan kreatif. Mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam di mal.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com